Sabtu, 04 Juni 2011

Belajar dari Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya

Sebagai bagian dari sebuah negara berbudaya dan beragama, tak salah bila kita sering mengatas-namakan budaya dan agama sebagai panduan hidup dan bertingkah laku. Namun, tak jarang ada kebiasaan buruk atau sifat yang membuat kita kurang disukai, dan sayangnya kita masih belum menyadarinya bahkan setelah bertahun-tahun melakukan hal yang sama. Atau mungkin kita sering berbicara, "Kok hidup susah banget ya, banyak penderitaannya...," dan dilanjutkan dengan kalimat "Yah, udah nasib...," atau, "Mungkin Tuhan punya rencana lain." Saya tidak bermaksud mengecilkan peran Tuhan (dan saya memang tidak bisa), tapi pernahkah Anda terpikir, mungkin nggak sih penderitaan itu adalah hasil kreasi pikiran kita sendiri? Bila Anda sangsi dengan jawabannya, ada sebuah buku yang sangat bagus untuk dibaca. Sampulnya sangat menarik, terlihat lucu dan mengundang rasa penasaran, terlebih saat membaca judulnya. Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya, demikian judulnya.
Buku ini ditulis oleh seorang Bhiksu kelahiran Inggris yang belajar di Thailand dan sekarang bermukim di Australia. Namanya cukup panjang, namun beliau dikenal dengan nama Ajahn Brahm. Akan tetapi, seluruh kisah moral dalam buku ini bersifat universal, sangat "sehari-hari", dan tidak memihak ataupun menentang agama apapun, sehingga moralnya sungguh mudah diterima bila kita berkenan. Memang, seringkali latar cerita atau inspirasinya adalah kehidupan sang Bhiksu yang berkisar di seputar kuil dan kehidupan Bhiksu, namun mereka hanyalah detail kecil yang bisa diabaikan dalam cerita-cerita penuh makna. Buku ini memuat kumpulan kisah mengenai perbaikan diri sendiri. Inti dari buku ini sebenarnya adalah bahwa perubahan selalu dimulai dari diri kita sendiri, dan bahwa penderitaan sebenarnya adalah hasil cetakan dari pikiran kita sendiri. Dengan gaya narasi yang penuh humor (dan kadang-kadang membuat pembaca malu, kalau masih punya urat malu), buku ini merupakan pedoman perbaikan diri sekaligus bacaan ringan yang bisa membuat Anda tertawa.
Buku ini dibagi dalam beberapa bab, namun sangat saya sarankan untuk membaca sesuai dengan urutan cerita, karena seringkali cerita yang sudah diceritakan di bagian awal menjadi fondasi untuk cerita selanjutnya. Dan setelah membaca kisah-kisah dalam buku ini, membaca kisah terakhir akan terasa sangat menohok bila Anda paham arti sesungguhnya. Untuk lebih mendalami arti masing-masing kisah, Anda dapat memberi jarak waktu setelah membaca untuk merefleksikan apakah kisah tersebut ada benarnya. Banyak kebiasaan-kebiasaan kecil yang sepintas terlihat sangat natural, namun melalui buku ini baru terasa sangat besar pengaruhnya pada kehidupan kita. Sangat baik apabila kita bersedia mengubah diri kita, bukannya bersikap nrimo atau berkata, "Ya ini kan memang diri saya, terimalah saya apa adanya,". Sekali-kali kita harus berani mengatakan, "Diriku (mengatakan pada diri sendiri), yuk kita belajar bersama-sama, dan kalau memang ada yang sebaiknya diubah, marilah kita berubah, supaya kita sendiri pun makin bahagia hidupnya." Karena toh, penderitaan menderitakan Anda, sehingga menghilangkannya akan membahagiakan Anda. Betul tidak?