Minggu, 17 April 2011

Meraih Sukses Tanpa Gelar Sarjana?? BISA..!!

Bercermin pada kesuksesan para pengusaha dan public figure, seringkali kita dihadapkan pada latar belakang pendidikan mereka yang mumpuni. Tak jarang beragam titel pendidikan berjejer mendampingi nama besarnya. Tanpa sadar,  kita menanamkan sebuah keyakinan (belief) bahwa untuk menjadi orang sukses salah satu modal yang mesti dimiliki adalah gelar pendidikan tinggi. Benarkah demikian? Kenyataannya, beberapa orang terkaya di dunia justru putus kuliah atau melewatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Beberapa dari mereka mewarisi perusahaan keluarga, meski ada juga yang berusaha sendiri. Lalu, apa kunci kesuksesan para miliarder dunia itu? Apakah karena kecerdasan mereka, kreativitas, atau hanya keberuntungan semata? Berikut 10 miliarder tanpa gelar kesarjanaan itu yang dikutip dari Business Insider:

1. Bill Gates
Bos Microsoft itu memiliki kekayaan sekitar US$54 miliar. Gates sempat kuliah di Harvard University, namun tidak selesai. "Saya salut terhadap para lulusan (Harvard) yang mengambil jalur untuk memperoleh gelar kesarjanaan. Saya termasuk yang putus kuliah dari Harvard tapi paling sukses," kata Gates. "Saya rasa itu yang membuat saya mengucapkan pidato perpisahan di kelas saya sendiri. Saya melakukan yang terbaik dari setiap orang yang gagal".
2. Larry Ellison
Sumber kekayaan Ellison diperolehnya dari Oracle. Kekayaannya mencapai US$28 miliar. Ellison tidak menyelesaikan kuliahnya di University of Chicago. Namun, uniknya, dia justru dinobatkan sebagaiEntrepreneur of The Year oleh Harvard University School of Business pada 1990.
3. Amancio Ortega
Kekayaannya banyak bersumber dari Zara/Inditex. Ortega yang tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi dan meraih gelar kesarjanaan itu sukses meraup kekayaan senilai US$25 miliar. Yang menarik, model bisnis Ortega justru menjadi rujukan banyak sekolah bisnis.
4. Christy Walton
Walton mengumpulkan pundi-pundi kekayaannya senilai US$24 miliar dari bisnis ritel besar, Wal Mart. Dia pun tidak memiliki ijazah pendidikan tinggi. Walton justru menjadi penyandang dana untuk The Walton Family Foundation Charitable Support Foundation yang di antaranya untuk membantu mahasiswa dari Meksiko dan Amerika Selatan guna menimba ilmu di perguruan tinggi Amerika Serikat.
5. Karl Albrecht
Kekayaannya yang bersumber dari ALDI mencapai US$23,5 miliar. Kesuksesan Albrecht juga tidak dilandasi dengan gelar kesarjanaan dari perguruan tinggi. Dia sempat bertugas di Perang Dunia II bagi tentara Jerman. Kesuksesan bisnis yang dikembangkan bersama saudara laki-lakinya dipelajarinya dari pengalaman di medan perang dan paskaperang.
6. Ingvar Kamprad
Melalui IKEA, Kamprad sukses menghimpun kekayaan hingga US$23 miliar. Padahal, dia tidak menyandang satu pun gelar kesarjanaan. Awal kesuksesannya dimulai di kota Stockholm, Swedia, saat masih berusia 17 tahun. Saat itu, dia membeli korek api dengan harga murah dalam jumlah besar. Selanjutnya dia menjualnya secara eceran untuk memperoleh keuntungan.
7. Li Ka-shing
Dari bisnis real estate dan sejumlah variasi usaha lainnya, taipan Hong Kong ini memiliki kekayaan US$21 miliar. Tanpa harus menyandang gelar sarjana, bisnis Li Ka-shing sukses luar biasa. Bahkan, Li Ka-shing tidak menyelesaikan sekolahnya di bangku sekolah menengah atas saat berusia 15 tahun. Dengan keuletan menjual bunga-bunga plastik, dia menjadi tumpuan ekonomi keluarganya.
8. Liliane Bettencourt
Kekayaannya mencapai US$20 miliar. Tanpa embel-embel gelar sarjana di belakang namanya, Bettencourt sukses mengelola L'Oreal. Namun, keberhasilannya itu juga tidak lepas dari warisan bisnis keluarganya. "Mengapa harus repot-repot belajar di perguruan tinggi, kalau Anda mewarisi perusahaan kosmetik terbesar di dunia?" tanya dia.
9. Lee Shau Kee
Konglomerat di bisnis real estate ini tidak perlu kuliah di perguruan tinggi untuk menjadi pebisnis sukses. Dengan kekayaan sekitar US$18,5 miliar, Lee Shau Kee justru banyak memberikan beasiswa bagi sejumlah mahasiswa perguruan tinggi dan universitas di seluruh dunia melalui Lee Shau Kee Foundation. Bahkan, dia banyak diberi gelar kehormatan.
10. Michele Ferrero
Melalui bisnis coklat yang mendunia, Ferrero Rocher, pundi-pundi kekayaan Michele Ferrero menggelembung hingga US$17 miliar. Ferrero pun tanpa harus mengenyam pendidikan tinggi untuk meraih keberhasilannya mengelola bisnis makanan yang banyak digemari anak-anak itu.
Ternyata, pendidikan tinggi tidak seharusnya menjadi halangan untuk maju. Karena kesuksesan bisa diakses oleh siapa saja tanpa memandang status sosial atau latar belakang pendidikan.  So, meraih sukses tanpa gelar sarjana? BISA![]

Pemuda-Pemuda Penebar INSPIRASI

Pada Zaman Khalifah Umar Bin Khattab RA, ada seorang pemuda yang berencana untuk melakukan perjalanan jauh. Dia mempersiapkan segala perbekalannya, termasuk unta yang akan digunakan sebagai kendaraannya. Di tengah perjalanan, ia menemukan sebuah tempat yang ditumbuhi rumput hijau nan segar. Dia berhenti di tempat itu untuk beristirahat sejenak. Pemuda itu kemudian duduk di bawah pohon. Karena terlalu lelah, akhirnya ia tertidur lelap. Saat ia tidur, tali untanya lepas, sehingga unta itu pergi ke sana ke mari. Akhirnya, unta itu masuk ke kebun yang ada di dekat situ. Unta itu memakan tanam-tanaman dan buah-buahan di dalam kebun. Unta itu juga merusak segala yang dilewatinya. Penjaga kebun adalah seorang kakek tua. Sang kakek berusaha mengusir unta itu, namun ia tidak bisa. Karena khawatir unta itu akan merusak seluruh kebunnya, sang kakek pun membunuhnya. Ketika bangun, pemuda itu mencari untanya. Ternyata, ia menemukan unta itu telah tergeletak mati dengan leher menganga di dalam kebun.
Pada saat itu, seorang kakek datang. Pemuda itu bertanya, “Siapa yang membunuh unta miliku ini?” sang Kakek lalu menceritakan apa yang telah dilakukan oleh unta itu. Karena kuatir akan merusak seluruh isi kebun, maka sang kakek terpaksa membunuhnya. Mendengar hal itu, sang pemuda tak kuasa menahan amarahnya. Saking emosinya, Serta-merta ia memukul kakek penjaga kebun itu. Naasnya, kakek itu meninggal seketika. Pemuda itu amat menyesal atas apa yang diperbuatnya. Pada saat yang bersamaan, datanglah dua orang pemuda yang merupakan anak dari sang kakek tadi. Mengetahui ayahnya telah tergeletak tidak bernyawa dan disebelahnya berdiri pemuda itu, mereka lalu menangkapnya. Kemudian, keduanya membawa sang pemuda menghadap Amirul Mukminin; Khalifah Umar bin Khattab RA.
Mereka berdua menuntut dilaksanakan qishash (hukum bunuh) kepada pemuda yang telah membunuh ayah mereka. Lalu, Umar bertanya kepada sang pemuda. Pemuda itu mengakui perbuatannya. Ia benar-benar menyesal atas apa yang telah dilakukannya.
Umar lalu berkata, “Aku tidak punya pilihan lain kecuali melaksanakan hukum Allah terhadapmu,” sang pemuda dengan lapang dada menerima keputusan tersebut. Ia kemudian meminta kepada Khalifah Umar, agar diberi waktu dua hari untuk pulang ke kampungnya, sehingga dia bisa berpamitan kepada keluarga serta bisa membayar hutang-hutangnya. Umar kemudian  berkata, “Hadirkan padaku orang yang menjamin, bahwa kau akan kembali lagi kesini. Jika kau tidak kembali, orang itu yang akan diqishash sebagai ganti dirimu.”Pemuda itupun menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, Aku orang asing di negeri ini, aku tidak bisa mendatangkan seorang penjamin.”
Salah seorang sahabat mulia, ABU DZAR AL-GHIFARI RA (yang ketika itu usianya terkatagori masih muda) secara kebetulan hadir di majlis tersebut. Beliau kemudian berkata, “Hai Amirul Mukminin, ini kepalaku, aku berikan kepadamu jika pemuda ni tidak datang lagi setelah dua hari.” Dengan terkejut, Umar berkata, “Apakah kau yang menjadi penjaminnya, wahai Abu Dzar, sahabat Rasulullah?,”“Benar, ya Amirul Mukminin,” jawab Abu Dzar lantang.
Pada hari yang telah ditetapkan untuk pelaksanaan hukuman qishah, orang-orang penasaran menantikan datangnya pemuda itu. SANGAT MENGEJUTKAN! Dari jauh sekonyong-konyong mereka melihat pemuda itu datang dengan memacu kudanya. Sampai akhirnya, dia tiba di tempat pelaksanaan hukuman. Orang-orang memandangnya dengan takjub. Umar bertanya kepada pemuda itu, “Mengapa kau kembali lagi ke sini Anak Muda, padahal kau bisa menyelamatkan diri dari maut?” Pemuda itu menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, aku datang ke sini agar jangan sampai orang-orang berkata, ‘tidak ada lagi pemuda yang menepati janji di kalangan umat Ini’. Dan agar orang-orang tidak mengatakan, ‘tidak ada lagi Pemuda sejati nan kesatria yang berani mempertanggungjawabkan perbuatannya di kalangan umat ini”
Lalu, Umar melangkah ke arah Abu Dzar Al-Ghiffari dan berkata, “Dan kau wahai Abu Dzar, bagaimana kau bisa mantap menjamin pemuda ini, padahal kau tidak kenal dengan pemuda ini?” Abu Dzar menjawab, “Aku lakukan itu agar orang-orang tidak mengatakan bahwa tidak ada lagi Pemuda jantan yang bersedia berkorban untuk saudaranya seiman dalam umat ini.”
Mendengar itu semua, dua orang pemuda anak kakek yang terbunuh pun ikut berkata, “Sekarang tiba giliran kami, wahai Amirul Mukminin, kami bersaksi di hadapanmu bahwa pemuda ini telah kami maafkan, dan kami tidak meminta apa pun darinya! Tidak ada yang lebih utama dari memberi maaf di kala mampu. Ini kami lakukan agar orang tidak mengatakan bahwa tidak ada lagi pemuda yang berjiwa besar, yang mau memaafkan saudaranya di kalangan umat ini.

Thinking Time

thinking timeRosuulullooh Muhammad SAW bersabda: “Befikir sejenak lebih baik daripada beribadah 70 tahun” (HR Ahmad).
Dear BO readers, bulan Desember, terutama bagi pelaku bisnis adalah bulan penentuan, apakah pada akhir tahun ini hasil usahanya sesuai dengan rencana atau tidak. Biasanya pada akhir tahun ini kondisi perusahaan akan dievaluasi apakah lebih baik dari tahun lalu, sama saja atau justru lebih buruk dari tahun lalu.
Apa jadinya jika kita tidak meluangkan waktu (thinking time) untuk berfikir? Yang pasti kita tidak mengetahui posisi kita dimana, seperti apa, kita tidak tahu mau kemana sehingga kita tidak kemana-kemana. Dari tahun ke tahun bergelut dengan situasi yang sama terus menerus. Jika demikian, apa yang penting untuk kita masukkan sebagai bahan thingking time (perenungan/muhasabah) ini? Jika diibaratkan bisnis Anda adalah kendaraan yang Anda gunakan untuk membawa diri Anda menuju mimpi-mimpi Anda, maka bagaimana kita mengevaluasi perjalanan dengan kendaraan tersebut? Apa yang penting direnungkan dalam sebuah perjalanan?
Mari kita bahas satu per satu; yang pertama tentu adanya tujuan. Tujuan apa yang telah Anda canangkan setahun yang lalu yang ingin dicapai pada akhir tahun ini? Apakah peningkatan laba? Kestabilan pertumbuhan arus kas? Peningkatan jumlah pelanggan? Penurunan jumlah komplain? Penambahan cabang?
Selain perjalanan bisnis, bagaimana dengan perjalanan kehidupan pribadi, keluarga, sosial dan spiritual Anda? Apakah rencana-rencana Anda tahun lalu sudah terlaksana tahun ini? Bagaimana hasilnya?
Dibandingkan dengan rencana Anda setahun yang lalu, apakah sudah tercapai? Jika sudah tercapai, apakah kita sanggup melampauinya? Atau justru belum mencapainya? Jika belum mencapai, berapa persen dari keseluruhan perjalanan yang sudah Anda selesaikan? Berapa persen dari rencana-rencana yang sudah Anda rampungkan? Dibandingan pencapaian tahun lalu bagaimana pencapaiannya tahun ini? Bagaimana situasinya?
Anda masih ingat ungkapan populer yang bahkan beberapa orang menyebutnya sebagai hadist?
"Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka"
Mari kita berdo’a semoga kita semua berada pada kategori orang-orang yang beruntung. Diajuhkan dari kategori orang-orang yang merugi, apalagi orang-orang yang celaka.
Kedua, Anda bisa memuali proses thinking time tersebut dengan pertanyaan “Apa yang saya pelajari dari ...”. Misalnya, apa yang saya pelajari dari penurunan penjualan tahun ini? Apa yang saya pelajari dari pindahnya pelanggan ke kompetitor? Apa yang saya pelajari dari aktivitas promosi yang tidak efektif?
Apa yang saya pelajari dari motivasi anak buah yang naik turun? Apa yang saya pelajari dari komplain pelanggan-pelanggan yang tidak terselesaikan? Apa yang saya pelajari dari budaya kerja di perusahaan yang tidak disiplin?
Apa yang saya pelajari dari arus kas yang sering macet? Apa yang saya pelajari dari piutang tak tertagih yang semakin membesar? Apa yang saya pelajari dari biaya-biaya yang semakin membengkak? Apa yang saya pelajari dari laba yang cenderung menurun?
Ketiga, lanjutkan proses thinking time Anda dengan mengajukan pertanyaan “Bagaimana cara agar...”. Seperti, bagaimana caranya agar pelanggan membeli terus menerus dari Anda? Bagaimana caranya agar pelanggan merekomendarikan teman-temannya agar juga membeli dari Anda? Bagaimana caranya agar penjualan meningkat?
Bagaimana caranya agar biaya produksi semakin efisien? Bagaimana caranya agar limbah bisa dimanfaatkan menjadi salah satu sumber uang? Bagaimana caranya mendapatkan sumber-sumber penghasilan tambahan?
Bagaimana caranya agar bisa merekrut tim yang solid? Bagaimana caranya mempertahankan orang-orang yang berkinerja tinggi? Bagaimana caranya membangun budaya disiplin di perusahaan? Bagaimana caranya agar perusahaan tidak tergantung sepenuhnya kepada Anda? Bagaimana caranya agar seluruh proses bisnis tersistemasi, sehingga tidak tergantung pada orang-orang tertentu?
Bagaimana caranya agar perusahaan menghasilkan uang 24 sehari, 7 hari seminggu tanpa berhenti? Bagaiamana caranya agar laba terus meningkat? Bagaimana caranya agar arus kas lancar? Bagaimana caranya mengembangkan bisnis Anda saat ini tanpa modal tambahan dari Anda? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang bisa Anda ajukan untuk mengembangkan bisnis Anda.
Salah satu kunci keberhasilan adalah mendapatkan jawaban dari masalah-masalah yang Anda hadapi dalanm hidup Anda. Oleh karena itu biasakanlah membuat pertanyaan dan mengajukannya kepada diri Anda. Ingat selalu untuk mengajak serta, melibatkan tim dan orang-orang di sekitar Anda. Selamat bertanya, selamat malakukan evaluasi secara menyeluruh dengan proses thinkin time. Walau sejenak, Insya ALLOOH hasilnya FUNtasik! Dan pahalanya lebih dari sekedar beribadah 70 tahun!
Pada penghujung tahun ini, mari kita alokasikan waktu sejenak untuk berfikir tentang perjalan bisnis, kondisi keuangan, kehidupan pribadi, keluarga, sosial dan spiritual kita. Ayo keluar dari rutinitas  harian untuk melalukan evaluasi seperti apa kondisinya.